Rabu, 20 Juli 2011

kumpulan artIkeL BIOteKNOLOgI


KUMPULAN ARTIKEL BIOTEKNOLOGI






Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstrutur
Mata kuliah : Bioteknologi
Dosen : Ina Rosdiana Lesmanawati, M.Si















Disusun oleh:

Ahib M Somad
Tarbiyah/ IPA-Biologi C/ VII


KEMENTRIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 SYEKH NURJATI
CIREBON
2010

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Telah Diciptakan Bawang Bebas Air Mata

 

Rabu, 6 Februari 2008
Terobosan peneliti senior ini mengakhiri salah satu teka-teki abadi saat
memasak: mengapa mengupas bawang membuat mata pedih dan air mata mengucur? Bersama dari Selandia Baru dan Jepang yang dipimpinnya, Eady telah menciptakan bawang "bebas air mata dengan bioteknologi, Eady berhasil membuang gen penghasil enzim di dalam bawang yang membuat mata  menangis saat mengupasnya. Penemuan ini, meskipun terkesan sederhana,merupakan terobosan besar dalam  jagat ilmu pengetahuan.
Penemuan itu merupakan hasil riset mendalam Eady di
Badan Pangan dan Hasil Pertanian Selandia Baru sejak 2002. Hasil penelitian
itu merupakan puncak dari penemuan peneliti Jepang sebelumnya yang
menemukan gen penyebab air mata mengucur saat mengupas bawang.
"Kami sebelumnya berpikir bahwa penyebab air mata berlinang diproduksi
spontan dengan memotong bawang, tapi mereka membuktikan bahwa ini
dikontrol oleh satu enzim", kata Eady yang kemudian menindaklanjuti hasil
penemuan peneliti Jepang itu. Sebagai pemimpin tim peneliti, Eady mengakui
penemuan tersebut merupakan yang paling mutakhir dari serangkaian
penelitian terkait.
Di Selandia Baru,kami telah memiliki kemampuan memasukkan DNA ke dalam bawang, menggunakan teknologi gen pemusnah yang dikembangkan peneliti
Australia",kata Eady di rumahnya yang terletak di Kota Christchurch.
"Teknologiyangdiciptakan merupakan serangkaian proses penghilangan gen
penyebab air mata sehingga bawang tidak memproduksi enzim itu. Jadi saat
Anda memotong bawang, air mata Anda takkan berlinang lagi",kata Eady. Eady
menjelaskan, dengan menghentikan senyawa yang menyebabkan air mata
mengalir dan mengubahnya menjadi senyawa yang berguna bagi kesehatan,rasa
bawang jenis baru itu juga akan semakin enak. "Dengan penelitian yang kami lakukan, masalah kesehatan dan rasa yang dihasilkan akan semakin baik",paparnya. "Kami berharap, kami akan terus  meningkatkan rasa dan aroma bawang yang manis, tanpa rasa pahit,menyengat, dan menyebabkan air mata mengalir", tambah Eady.
Dengan penemuan baru tersebut,dalam beberapa dekade ke depan, pasar di
penjuru dunia akan dipenuhi dengan produk bawang "bebas air
mata" tersebut. Gara-gara penemuan spektakuler Eady, para peneliti di
seluruh dunia menggelar simposium internasional di Belanda.
Setelah itu, jurnal perdagangan Onion World menulis hasil penelitian yang
dilakukan Eady di sampul depan sebagai topik utama pada Desember 2007.
Namun mimpi besar Eady tidak hanya sampai di sana. Lelaki yang memiliki
sejumlah varietas tanaman bawang di institut itu mengatakan dirinya
berharap masa depan bawang "bebas air mata" itu dapat dinikmati seluruh
penduduk dunia.Eady ingin agar setiap rumah menggunakan bawang tersebut.
Meski demikian, Eady sadar, mimpi besarnya agar bawang itu dapat dinikmati
tiap keluarga di seluruh dunia mungkin akan terwujud dalam 10-15 tahun ke
depan."Ini merupakan proyek yang sangat luar biasa karena ini berorientasi
konsumen dan setiap orang menilai ini kisah menarik tentang bioteknologi", tuturnya. Jangka waktu selama itu diperlukan untuk lebih mengefisienkan proses produksi bawang.
"Kita memiliki populasi yang terus berkembang untuk pangan dan tantangan
perubahan iklim serta masalah lain yang berkaitan dengan sumber daya
alam", kata Eady. Lebih lanjut, penelitian Eady dapat ditindaklanjuti ke
arah yang sangat tidak terbatas di masa depan untuk kepentingan beragam.
"Sistem gen pemusnah dapat digunakan untuk memerangi penyakit manusia
akibat virus. Bioteknologi ini secara umum dapat menolong kita memproduksi
lebih banyak hasil panen", tutur peneliti asal Selandia Baru itu. Peneliti
lain memberikan acungan jempol kepada Eady atas penemuan spektakuler itu.
Dr Michael Havey, profesor holtikultura di University of Wisconsin serta
salah satu peneliti bawang,memprediksi bawang tanpa air mata itu akan
menjadi bahan masak utama di setiap dapur diseluruh dunia. Havey
menegaskan di jurnal Onion World bahwa penemuan Eady jelas merupakan  "topik diskusi nomor satu". Penelitian yang dilakukan Eady sangat disambut hangat berbagai
kalangan,terutama mereka yang setiap hari bersentuhandenganbawang. "Kami
selalu mengupas 20 kg bawang setiap hari dan Anda dapat melihat mata saya
merah. Ini merupakan akibat bawang tersebut dan saya pikir ini jawaban
untuk masalah itu", kata kepala koki Crown Plaza di Christchurch Tony
Smith.
Koki Auckland Harry Tahana juga menilai penemuan tersebut merupakan
perkembangan luar biasa. Menurut Tahana, selama ini dapur komersial
menghindari masalah air mata saat mengupas bawang dengan menyimpannya di
lemari es selama beberapa hari. Penyimpanan itu untuk mengurangi efek pedih di mata saat bawang dikupas.  Tentu saja,ibu rumah tangga dan mereka yang hobi memasak senang atas penemuan tersebut."Saya pikir penemuan itu sebuah kemenangan, merupakan kemenangan mutlak", kata seorang perempuan di sebuah supermarket.
www.admaxserver.com





















Padi Tanpa Dimasak

Baru-baru ini di India sudah ditemukan sebuah teknologi baru di bidang pertanian yang menurut ahlinya akan sangat membantu penduduk di India yang sebagian besar memang sulit untuk mendapatkan asupan makanan utama, alias “beras“. Para ahli di Central Rice Research Institute (CRRI) di Orissa sudah menemukan cara untuk memasak beras menjadi nasi tanpa memasaknya dengan menggunakan alat pemasak. Beras tersebut cukup di rendam dengan air bersih di suhu ruangan selama 45 menit,  dan langsung bisa di konsumsi. Suatu temuan yang luar biasa berguna bagi masyarakat yang kurang mampu pastinya.
Direktur CRRI, Tapan Kumar Adhya varietas baru dari padi ini dinamakan Aghanibora. Aghanibora membutuhkan waktu 145 hari hingga bisa di panen dan menghasilkan sekitar 4-4.5 ton per hektarnya. suatu pertumbuhan yang lumayan cepat, jadi pertahun kita bisa panen sebanyak 2-3 kali. Hal ini akan sangat membantu masyarakat baik itu para petaninya maupun orang-orang yang mengkonsumsinya. Cara memasak beras tersebut hingga dapat di konsumsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
1.                  Merendam di dalam air biasa (dingin) selama 45 menit
2.                  Merendam di dalam air hangat selama 15 menit
Informasi lain dikatakan bahwa varietas ini bukanlah hasil rekayasa genetika tapi melainkan hasil seleksi dan peningkatan mutu dari varietas padi yang berasal dari State of Assam. Sekarang ini, padi Aghanibora sudah tumbuh di States of Assam, Bihar, Bengal, Orissa dan coastal Andhra Pradesh. Dan sekarang ini dikabarkan bahwa India sudah menghasilkan sekitar 98.5 juta ton beras per tahunnya. Beras istimewa itu diharapkan bisa membantu warga kurang mampu. Selain menghemat waktu karena tak perlu repot memasak, juga tak membutuhkan bahan bakar untuk mengolahnya. Beras ini juga membantu menyelamatkan lingkungan karena mengurangi polusi karbon dari bahan bakar fosil. (tekno.liputan6.com)



Pupuk Dan Obat Pemberantas Hama Tanaman Dari Bahan Dasar Air Liur

Mengapa bingung dengan harga pupuk dan pestisida yang melangit? Gunakan saja air liur, mujarab kok! Setiap bangun tidur bau mulut kita pasti terasa tak sedap. Tahukah Anda bahwa bau tak sedap itu sangat bermanfaat untuk dunia pertanian?
Itulah yang dikembangkan Fuad Affandi. Putra Ciwidey, Bandung ini berhasil membuat karya inovatif berupa pupuk dan obat pemberantas hama tanaman dari bahan dasar air liur. Uniknya, Fuad bukanlah seorang ahli bioteknologi atau lulusan perguruan tinggi. Ia ‘hanya’ seorang kiai yang mengasuh 300 santri.
Awalnya, ia melihat melimpahnya kotoran sapi, kambing, dan ayam. Mang Haji -demikian Fuad biasa dipanggil- berniat menjadikan kotoran ternak tadi menjadi pupuk kandang. Agar menjadi pupuk alami yang baik, kotoran itu harus diperam selama dua sampai empat bulan. Fuad berpikir, bagaimana mempercepat proses penghancuran dan pembusukan kotoran ternak tadi? Ternyata, bakteri penghancur yang ampuh justru ada di perut manusia. “Buktinya, hari ini kita makan, besok keluar sudah busuk,” ujar alumnus Pesantren Lasem, Jawa Tengah ini.
Menurut penelitian Laboratorium Mikrobiologi Universitas Padjajaran, Bandung, dalam air liur memang terdapat empat macam bakteri: Saccharomyces, Cellulomonas, Lactobacillus, dan Rhizobium. Bakteri ini biasa hidup di lambung manusia. Bagaimana mendapatkan bakteri itu? Tak kurang akal. Kebiasaan makhluk renik itu, kalau tidak ada makanan masuk dalam waktu cukup lama, mereka akan naik untuk menyantap sisa-sisa makanan yang ada di dalam rongga mulut. Karena saat tidur tidak ada makanan yang masuk, saat itulah banyak bakteri berkumpul di mulut.
Fuad memerintahkan 300 santrinya membuang air kumur pertama dari  bangun tidur ke dalam kaleng yang telah disediakan di depan penginapan santri. Mikroorganisme dalam air liur itu lalu dikembangbiakkan dengan menambahkan molase (gula), dedak, dan pepaya ke dalamnya. Setelah beberapa hari, air liur santri ternyata berubah menjadi cairan kental berwarna keruh, dengan bau wangi seperti bau coklat. Itu berarti bakteri dapat berkembang biak dengan subur. Fuad lalu menyiramkan cairan bakteri itu ke kotoran ternak dan jerami yang sedang diperam. Hasilnya dahsyat. Hanya dalam tiga hari, kotoran ternak itu hancur dan busuk, siap dipakai sebagai pupuk kandang. Penemuan Fuad ini diberi nama MFA (Mikroorganisme Fermentasi Alami) –kadang diplesetkan menjadi Mikroorganisme Fuad Affandi.
MFA berkasiat untuk mempercepat ketersediaan nutrisi tanaman, mengikat pupuk dan unsur hara, serta mencegah erosi tanah. Semula, pupuk organik itu dipakai untuk kalangan sendiri, kemudian menyebar dari mulut ke mulut para petani di lingkungannya. Pada tahap selanjutnya, Mang Haji berhasil mengembangkan pupuk kandang menjadi cairan yang dikemas dalam botol dan siap disemprotkan ke tanaman. Inovasi Fuad tak berhenti sampai MFA. Dia juga menciptakan tiga jenis pembasmi hama tanaman yang diberi nama Innabat (Insektisida Nabati), Ciknabat (Cikur Nabati), dan Sirnabat (Siki Sirsak Nabati).
Innabat adalah insektisida yang terbuat dari kacang babi dicampur bawang putih, bawang merah, cabe rawit, dan temulawak. Semua bahan itu digiling menjadi satu dan dicampur dengan air beras. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 14 hari sebelum disemprotkan ke tanaman. Ketika diuji, ramuan ini ampuh untuk membasmi berbagai jenis ulat, ngengat, dan lalat yang sering menyerbu tanaman sayuran. Sedangkan Ciknabat, yang terbuat dari cikur (kencur) dicampur dengan bawang putih, ampuh sebagai fungisida (pembasmi jamur tanaman). Selain membasmi jamur, Ciknabat juga berfungsi ganda sebagai insektisida. Kencur dan bawang putih ini tidak mematikan hama, tapi baunya membuat hama enggan mendekat.
Lain lagi dengan Sirnabat, yang terbuat dari gilingan biji sirsak, merupakan  formula paling keras yang dibuat Fuad. Ramuan ini disemprotkan jika Innabat dan Ciknabat sudah tak mempan lagi mengusir hama. Untuk memproduksi pupuk dan pestisida alami itu, Fuad mendirikan pabrik di Garut, yang kini dikelola Tatang Sutresna, mantan santrinya. Permintaan tidak cuma datang dari Bandung dan sekitarnya, melainkan dari luar pulau, seperti Jambi, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Dibanding pupuk dan pestisida kimiawi, buatan Fuad memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, dari segi biaya, lebih murah. “Harga pestisida kimia Rp 50.000, sedangkan produksi cuma Rp 15.000,” tutur Apep, Wakil Ketua Pondok Pesantren Al Iftifaq. Apep memberi gambaran, untuk luas 1 ha tanaman buncis petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 2 juta untuk membeli pestisida kimia/sintesis. Kalau menggunakan pestisida alami, petani hanya mengeluarkan beaya Rp 100.000, dengan luas lahan yang sama. “Hasilnya sama, per hektar sekitar 8 ton,” ujarnya. Kedua, menggunakan pupuk dan pestisida alami tentu lebih sehat, karena tidak menimbulkan pencemaran lingkungan maupun hasil produksinya. Ketiga, harga sayurannya lebih tinggi, karena sayuran tampak lebih segar, bersih dan bebas dari zat-zat kimiawi.
Sumber: Majalah Suara Hidayatullah, Juni 2007
























Kulit Pisang pun Bisa Jadi Pengganti Minyak Tanah

Januari 22, 2010 oleh plantus

Tingginya harga minyak tanah pasca dihapuskannya subsidi, menyulitkan kelompok industri kecil dan masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan bahan bakar yang murah dan praktis. Sementara kompor gas dinilai belum sepenuhnya mampu dijangkau masyarakat di pelosok daerah. Sekelompok usaha kecil dan menengah (UKM) menawarkan sebuah solusi bagi kalangan industri dan masyarakat menengah ke bawah untuk menggunakan kompor bioetanol sebagai alternatif pengganti minyak tanah. “Sebagai pengganti minyak tanah, kompor bioetanol ini relevan sekali bagi masyarakat dan industri menengah bawah yang belum bisa menjangkau penggunaan kompor gas,” kata Kepala Bagian Pemasaran UKM produsen kompor bioetanol binaan Dewan Koperasi Indonesia Rivai, di Jakarta, Minggu (6/9).
Kompor ini menggunakan bioetanol sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah. Bahan baku bioetanol merupakan hasil olahan dari bahan-bahan alami seperti kulit pisang, singkong genderuwo, kulit nanas, gadung, dan sagu. “Karena itu kompor bioetanol ini sesuai dengan semangat untuk melestarikan alam karena merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan,” imbuh Rivai. Dibandingkan minyak tanah, bioetanol memiliki lebih banyak keunggulan. Kompor bioetanol dapat digunakan tanpa menggunakan sumbu. Nyala apinya pun biru seperti kompor gas sehingga lebih cepat dan efisien dalam memasak. ” 100 cc bioetanol dapat digunakan memasak selama 40 menit. Artinya dengan satu liter bioetanol saja, konsumen bisa memasak hingga empat jam,” kata Rivai. Selain itu, kompor bioetanol pun tidak mudah meledak dan lebih aman bagi penggunanya. Jika kompor minyak tanah yang terbakar akan semakin menyala ketika disiram air, tapi bioetanol justru akan mati jika tersiram air. “Penggunaan bioetanol ini pun lebih irit dua pertiga kali dibanding minyak tanah,” imbuhnya. Mengenai harga bioetanol, Rivai mengatakan, per liternya dijual seharga Rp 6.000 . “Harga ini sebenarnya bisa lebih murah kalau ada pemerintah mau memberikan dana investasi terhadap pengembangan bioetanol ini,” kata dia. Ia menambahkan, saat ini para produsen bioetanol juga mulai membidik masyarakat menengah kebawah sebagai pangsa pasarnya Selama ini yang menjadi konsumen bioetanol adalah komunitas industri kecil seperti pembatik dan industri tahu.
Padahal, menurutnya, selama ini diluar negeri, penggunaan bioetanol sudah dikenal sebagai alternatif bahan bakar untuk memasak yang lebih ramah lingkungan. “Salah satu pasar ekspor kami adalah Thailand yang sudah mengenal bioetanol sebagai bahan bakar alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan,” tukasnya.
SitusHijau.co.id, 06 September 2009





Tidak ada komentar:

Posting Komentar